Rabu, 29 Oktober 2008

Investigasi "Cerita Di Balik Resep Dokter"





Di dunia ini, setiap orang ingin selalu sehat dan tak mau sakit meskipun faktanya tak seorang pun yang tidak pernah sakit. Sakit memang menjadi bagian dari hidup kita. Tentu saja kita sangat mendambakan sehat bila kebetulan sedang jatuh sakit dan senantiasa merasa khawatir menderita penyakit yang berbahaya. Anehnya, dalam keadaan sehat, kita sering lupa pada suatu ketika kita mungkin jatuh sakit sehingga kurang waspada penjaga kesehatan.
Harus diakui bahwa profesi kedokteran berkaitan dengan hidup dan mati orang sakit, meskipun hidup dan mati berada di tangan Tuhan. Untuk itu harus ada kesadaran pada pihak dokter, bahwa pekerjaan menyembuhkan itu mengambil bagian dari pekerjaan Tuhan, sehingga seorang dokter juga berkewajiban menyembuhkan pasien yang miskin atau kurang mampu.

LATAR BELAKANG

Ternyata terdapat cerita di balik resep dokter yang diberikan kepada pasien saat ini, dimana perasaan tesebut membuat kita terkejut dengan ulah dokter yang tidak professional. Tugas seorang dokter adalah mengobati orang sakit dan membantu menyembuhkannya dengan berbagai cara dengan menerapkan ilmu kedokteran yang ia meliki.
Seorang dokter pastinya dipercaya oleh sorang pasien untuk menanggulangi penyakitnya, khusus bagi kalangan orang terpandang atau lebih dari pada cukup ia akan mengeluarkan berapapun materi untuk menembus obat agar penyakitnya sembuh. Tetapi untuk si miskin terkadang untuk menembus suatu obat di apotik ia akan merasa tercengang dengan harga yang tertera ataupun yang disebutkan apotik tersebut. Sehingga kadangkala mereka enggan untuk menebus obatnya karena terlallu mahal dan dapat membuat penyakitnya tidak sembuh-sembuh yang bisa menimbulkan kematian, tetapi ada juga yang menebusnya dengan menjual harga dirinya, demi mendapatkan kesembuhan. Seorang dokter merupakan suatu profesi yang mempunyai kedudukan yang mulia yang tidak mungkinmemanfaatkan penyakit pasiennya sebagai lahan bisnis di luar keprofesiannya sebagai dokter.
Namun pada kenyataannya beberapa dokter menyalahgunakan resep yang ia berikan kepada pasien, dengan memberiken reep yang sangat mahal, dan yang biasanya hanya bisa di tebus di apotik farmasi tertentu. Kalau pun ada praktek kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi maka profesi pahlawan tanpa tanda jasa sudah tidak bisa diberikan kepada seorang dokter, karena doter telah memanfaatkan profesinya sebagai ladang bisnis, dengan membarikan resep tanpa mempertimbangkan obat pengganti yang lebih murah dengan manfaat yang sama. Sehingg ini bisa disebut melanggar kode etik seorang dokter, dokter sebagai penyembuh orang sakit telah memanfaatkan kedudukannya sebagai lading bisnis, tetapi pada saat ini tidak ada undang-undang yang menghukum atau mencabut profesi kedokterannya karena telah menyalahgunalak kepercayaan masyarakat. Ini dikembalikan kepada negara kita sebagai negara hokum dan hati nurani dokter itu sendiri.

TUJUAN
1. Untuk mendapatkan fakta kebenaran dibalik pemberian resep dokter kepada pasien.
2. Mengetahui alasan si dokter memberika resep obat yang mahal
3. Untuk mengetahui dampak terburuk yang ditimbulkan karena memberikan resep yang mahal kepada pasiennya.
4. Apakah ada hubungan dengan mal praktek.

PEMBAHASAN

I. Isi resep
Yang dimaksud dengan isi resep adalah nama obat yang tertulis pada resep dan obat tersebut akan di terima oleh pasien dari apotek. Pertanyaannya adalah apakah anda sebagai pasien harus tahu secara mendalam tentang obat yang tertulis pada resep dokter?
Obat akan masuk dan mengalir bersama darah di dalam tubuh kita, sehingga sebagai konsumen obat, kita harus memahami hal-hal berikut:
• Apa kegunaan obat tersebut?
• Mengapa obat tersebut yang diberikan?
• Adakah efek samping dari obat?
• Apa yang akan dirasakan atau dialami oleh tubuh akibat reaksi obat selain efek kesembuhan yang diharapkan?
Sadari bahwa hubungan antara dokter dan pasien serinmg berjalan asimentris. Selain dokter memiliki ilmu yang lebih banyak daripada pasiennya, dalam hal pemberian obatpun sering kali dokter bersifat superior. Dokterlah yang memutuskan obat apa yang akan di konsumsi oleh pasien, sememtara pasien harus membeli obat serta membayar jasa (honorarium) dokter.
Dalam hal pemberian obat, terdapat dalil yang berlaku pada dokter:
• Dokter memberi obat semata-mata demi kesembuhan pasien.
• Dokter harus memilih obat berdasarkan imbang efektivitas dan biaya.
• Doter terikat pada aspek empati pasien dalam memutuskan obat maupun tindakan.
• Dokter terikat pada kaidah pemberian obat yang efektif dan rasional.
Apabila berbagai dalil tersebut di penuhi oleh seorang dokter, terjadilah suatu kondisi yang ideal Penulisan Resep yang Efektif dan Rasional. Meskipun dalam situasi normal kondisi ideal ini jarang tercapai, seharusnya dokter dapat memilih satu kondisi paling ideal dari beberapa pilihan yang ada.
Beberapa ciri-ciri resep suatu isi resep yang tidak rasional?
• Resep bersifat poliformasi, suatu resep bersifat poliformasi bila dalam suatu resep terdapat kombinasi obat untuk lebih dari satu penyakit. Ketidak rasionalan resep ini adalah dari banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh pasien. Pasien harus membeli dua hingga empat jenis obat yang sebarnya tidak perlu. Selain itu pasien harus mengosumsi obat yang berlebihan dan tidak bermanfaat bagi tubuhnya.
• Terdapat kombinasi obat yang hampir sama dengan harapan efeknya lebih kuat. Secara sekilas, resep ini terlihat baik. Tetapi sebenarnya tidak terbukti bahwa obet kombinasi lebih baik dari obat tunggal.
• Seluruh resep yang hamper seluruh isinya berasal dari satu perusahaan farmasi. Situasi di Indonesia saat ini belum cukup ideal. Kondisi ideal tercapai bila dokter telah mampu menuliskan resep yang efektif dan rasional tanpa membuat pasien mengeluarkan uang yang berlebihan.

Dalam suatu acara, ahlifarmakologi Prof dr Irwan Darmansyah, mengatakan masalah pengobatan di Indonesia mengarah pada “polifarmasi”, yakni pemakaian obat sekaligus lebih dari kabutuhan. Pemberian obat seperti ini dapat menimbulkan efek samping dan meningkatkan biaya pengobatan.
Disini, dapat dilihat dengan jelas bahwa, sekarang ini banyak obat yang ditulis dokter melenceng dari rasional manusia. Semua refrensi yang kami dapat diatas ternya memang terjadi kolusi yang gila-gilaan antara pihak farmasi tertentu dengan. Banyaknya merk obat untuk satu jenis penyakit, juga menunjang kolusi antara dokter dengan pihak farmsi.
Agus Purwadianto, mengakui praktek kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi lazim dilakukan, dengan keuntungan 20 % dari harga obat. Saat ini tidak satupun dokter yang tidak terlibat kolusi dengan perusahaan farmasi, ia memaparkan salah satu pemicu mengapa dokter bertindak demikian karena”beban biaya pendidikan kedokteran mahal”.
Menurut Agus, prakter kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi ini telah melanggar kode etik dan disiplin kedokteran. Sebab, dokter memberikan resep bukan berdasarkan daftar penyakit yang di derita oleh pasien, melainkan gejela penyakit yang telah diperkirakan dokter sebelumnya. Obat yang diresepkan pun berdasarkan kontrak perusahaan farmasi dengan dokter.

II. Alasan Dokter Memberikan Obat Mahal
Semua jenis obet baru, harganya pasti mahal. Obat baru ditemukan setelah melewati serangkaian proses yang panjang dan biaya yang besar. Mungkin sebagian pasien akan bertanya:
• Mengapa dibutuhkan obat baru? Apakah obat yang ada saat ini tidak cukup?
• Apakah obat saat ini masih kurang bagus?
• Apakah obat yang ada saat ini tidak berguna?
1. Mengapa dibutuhkannya obat baru? Apakah obat yang ada saat ini tidak cukup?
Harus diakui hingga saat ini masih banyak penyakit yang belum diketahui penyebabnya. Sejak dulu, siklus semacam ini terus berulang. Bila suatu penyakit baru muncul, orang akan melakukan penelitian sember sekaligus penyembuhannya.
2. Apakah obat yang ada saat ini masih kurang bagus?
Hamper semua obat sebenarnya baik, namun tidak semua obat cocok untuk semua orang. Setiap individu memberikan respon yang berbeda terhadap obat yang sama. Ada yang mengalami alergi, ada yang membutuhkan waktu lama untuk beraptasi, atau obat tersebut sudah tidak mampuh lagi melawan penyakit.
3. Apakah obat yang ada saat ini tidak berguna?
Ada pula obet tertentu tidak berguna lagi karena suatu dan lain hal. Misalnya sudah tidak diproduksi karena kalah bersaing, kebangkrutan pabrik, dan lain sebagainya.

Riset Lapangan
Tetapi lain halnya dengan realita yang kami teliti, kami menemukan kejanggalan demi kejanggalan di balik mahalnya resep yang di berikan oleh sokter kepada pasien. Dan ini terbukti ketika kami mewawancarai salah seorang dokter spesialis ginjal di Rs. Browmius. Dr. Gunawan memaparkan, sebagian obat mahal pertama terkadang memang tuntutan si pasien atau kebutuhan pasien akan obat tersebut yang memang harganya mahal, kedua terjadinya kolusi antara dokter dengan pihak farmasi tertentu.
Setelah kami Tanya apa penyebabnya, ia kembali menegaskan ini di latarbelakangi oleh tidak meratanya gaji seorang dokter, tanpa komentar banyak dan panjang lebar.
Dan Indonesia pun belum memiliki sangsi terhadap dokter yang melakukan kolusi di balik seragam yang di gunakannya. Begitupun pihak IDI (ikatan dokter Indonesia), belum menangani secara tegas kasus yang marak belakangi ini di kalangan dokter. Seharusnya pemerintah harus menindak tegas hal ini. Banyaknya kolusi antara perusahaan farmasi dengan dokter dianggap sebagai suatu kinerja yang tidak professional.
Hal seperti ini bisa saja terjadi dan akan terus berkembang, demi mendongkrak penjualan obat serta persaingan bisnis yang ketat. Oleh karena itu diperlukannya intervensi pemerintah untuk mengontrol kolusi diantara dokter dan perusahaan farmasi belakangan ini. Kontrak yang di lakukan antara dokter dan perusahaan farmasi ini sangat mempengaruhi harga obat hingga ‘membubung tinggi’. Sebab perusahaan farmasi membebankan biaya intensif dokter sebesar 20% itu pada harga obat yang di jual.
Menurut Agus, praktek kolusi ini di lakukan oleh seluruh dokter di Indonesia. Ini mengungkapkan sebagian besar dokter tersebut bekerjasama dengan perusahaan obat local yang tergabung dalam gabungan perusahaan (GP) farmasi.
Saat ini, katanya, perusahaan farmasi yang ada di Indonesia terpecah antara GP farmasi dan Internasional Pharmaceutical Manufacturing Group (IPMG). IPMG memisahkan diri dari dewan farmasi karena selama ini perusahaan local dalam GP farmasi banyak melakukan praktek kolusi dengan dokter. “IPMG memisahkan diri karena disinyalir perusahaan yang bergabung dalam GP farmasi banyak mempengaruhi para dokter,” katanya.
Iwan juga mempermasalahkan biaya obat dan paten yang memicu pengobatan irasional. Harga obat di apotik rumah sakit, ia menjelaskan, lebih mahal dibandingkan obet di luar rumah sakit. “padahal mereka mendapat diskon sampai dengan 85%. Kemana keuntungannya tentu tidak untuk pasien.


III. Dampak terburuk memberikan resep yang mahal kepada pasien
Setiap obat memiliki efek samping tersendiri. Namun efek samping obat telah di ketahui dan sejak awal akan dapat di ramalkan. Yang tidak bisa diramalkan adalah reaksi alergi dan reaksi ideosinkrasi. Ideosenkrasi adalah reaksi aneh yang muncul pada pasien karena minum obat tertentu atau suatu reaksi obat yang belum bisa diramalkan.
IV. Hubungan dengan malpraktik


KESIMPULAN DAN SARAN
I. Jadi agar pasien mendapatkan resep yang efektif dan rasional, pasien harus melakukan hal-hal berikut;
• Pasien harus pintar. Pasien harus tahu obat apa yang di tulis serta manfaat obat tersebut.
• Pasien harus wajib memberitahu dokter sesuai dengan kemampuannya. Misalnya, mintalah dokter untuk meresepkan obat generic bila kondidi keuangan tidak memungkinkan atau sedang ada kebutuhan lain.
• Hilangkan sifat ingin cepat-cepat sembuh. Proses pengobatan bukanlah sulap. Pengobatan membutuhkan waktu, kesabaran, dan ketekunan. Bila kondisi pasien berangsur mambaik, itu berarti obat yang diresepkan juga baik. Saying sekali banyak dokter yang terbawa oleh kamauan pasien yang ingin serta merta sembuh setalah berobat.
Banyak obat yang ditulis dokter melenceng dari rasional manusia. Semua refrensi yang kami dapat diatas ternya memang terjadi kolusi yang gila-gilaan antara pihak farmasi tertentu dengan. Pengobatan di Indonesia mengarah pada “polifarmasi”, yakni pemakaian obat sekaligus lebih dari kabutuhan. Pemberian obat seperti ini dapat menimbulkan efek samping dan meningkatkan biaya pengobatan.
Banyaknya merk obat untuk satu jenis penyakit, juga menunjang kolusi antara dokter dengan pihak farmsi. praktek kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi lazim dilakukan, dengan keuntungan 20 % dari harga obat. Saat ini tidak satupun dokter yang tidak terlibat kolusi dengan perusahaan farmasi, ia memaparkan salah satu pemicu mengapa dokter bertindak demikian karena”beban biaya pendidikan kedokteran mahal”.

Tidak ada komentar: